Menolak Anggapan Filsafat sebagai Gerbang Menuju Ateisme
Filsafat, khususnya di Indonesia, dipandang sebagai ilmu yang tidak bermanfaat. Bahkan filsafat sering sakali diartikan sebagai sesuatu yang dapat menjauhkan orang dari agama. Anggapan orang Indonesia yang paling populer dari filsafat adalah filsafat hanya akan membuat orang yang mempelajarinya menjadi seorang ateis. Lebih dari itu, filsafat pernah dijadikan “barang haram” oleh suatu kelompok tertentu. Persepsi ini lebih menyedihkan dari ekspresi seseorang yang menolak pembicaraan saat mulai menginjak ranah filsafat. Anggapan belajar filsafat sebagai sumber kesesatan—menurut dokrin agama—menjadi anggapan umum di Indonesia. Padahal, pemikiran sekulerisme adalah buah pikir dari filsafat barat (western philosophy) abad 18.
Filsafat
berkembang sangat cepat dan luas hingga sekarang ini sudah sangat banyak paham
atau aliran yang ada di dunia. Hingga pada akhirnya berkembanglah filsafat
sekuler di Eropa pada abad 18. Masa sebelum abad 18 ini dikenal dengan masa Dark
Age. Masa di mana Gereja menjadi sumber kebenaran dan pikiran dari masyarakat
Eropa pada saat itu. Filsafat barat abad 18 adalah kritik dari filsafat kristen
yang sebelumnya menguasai pikiran orang Eropa. Lahirnya filsafat sekuler ini
berasal dari kritik para filsuf pada pemikiran filsafat kristen masa Dark Age.
Filsafat
barat ini secara luas diterima oleh banyak orang di dunia. Pemikiran ini dibawa
sejalan dengan melebarnya kolonialisme bangsa Eropa ke seluruh dunia. Filsafat
Eropa tersebar ke seluruh penjuru dunia. Menghilangkan sekaligus menggantikan filsafat
lokal dengan pemikiran Eropa yang sekuler itu, tak terkecuali Indonesia.
Tidak hanya
menjajah bangsa lain untuk mengambil kekayaan, bangsa barat juga menjajah
pikiran rakyat yang dijajahnya. Khususnya Indonesia, kita seolah-olah tidak
merdeka dari pikiran barat. Padahal Indonesia punya filsafat sendiri. Indonesia,
misalnya suku Jawa punya filosofi jawa sendiri dan bisa dilihat langsung dari
pemikiran orang kejawen, Sunda punya filosofi sendiri yaitu sunda wiwitan, Suku
Baduy hingga saat ini masih memegang erat filosofi adat mereka, Kasepuhan Ciptagelar
yang hingga saat ini bertahan dengan filosofi adat mereka, dan masih banyak
lagi filsafat lokal yang sebenarnya punya pemikiran dan paham sendiri.
Filsafat
lokal Indonesia tadi seolah-olah tidak terlihat dan ditutupi pemikiran filsafat
barat yang sekuler. Tentulah pandangan masyarakat Indonesia menganggap bahwa
filsafat akan menjauhkan orang dari agama. Mungkin orang yang menganggap
demikian juga tak paham bahwa ada juga filsafat yang terinspirasi dari agama
dan mereka mengakui kebenaran agama yang mereka anut (Dilihat dari mayoritas
orang Indonesia adalah beragama, dan konstitusi Indonesia menyatakan semua
rakyat harus mempunyai agama, seharusnya mereka menganut salah satu dari enam
agama di Indonesia). Padahal ke-enam agama itu mempunyai aliran filsafatnya
sesuai dengan ajaran agama masing-masing. Secara tidak langsung, seharusnya
mereka sejalan dengan pikiran filsafat agama yang mereka anut.
Islam mempunyai
pemikiran filsafatnya sendiri, tokoh yang paling terkenal adalah Al-Ghazali. Jadi
orang Islam di Indonesia seharusnya sejalan dengan pikiran filsafat Islam itu.
Kristen mempunyai St. Agustinus dari Hippo. Buddha punya pemikiran yang sangat bagus
dari Buddha Gautama. Lalu ada banyak sekali pemikiran filsafat lain yang sebenarnya
sudah masyarakat akui dan terapkan.
Anggapan
masyarakat tentang buruknya filsafat untuk dipelajari, secara tidak langsung berdampak
pada perkembangan Indonesia. FIlsafat hadir untuk membuat manusia lebih
berpikir rasional dan logis. FIlsafat membuat orang yang mempelajari kebenaran-kebenaran
lain yang ada di dunia, ini akan membentuk pribadi yang toleran dan berpikiran
terbuka, tetapi juga punya prinsip kuat untuk mempercayai satu dari kebenaran
lain. Filsafat dapat membuat orang mempunyai kemampuan untuk berpikir mendalam
dan kritis. Bayangkan, jika Indonesia memasukkan filsafat lalu masyarakat
Indonesia mendapat pelajaran filsafat, betapa majunya peradaban Indonesia.
Memang akan
ada berbagai penolakan dari siswa jika filsafat masuk dalam kurikulum wajib pendidikan.
Ini adalah akibat dari kesalahpahaman masyarakat tentang filsafat. Jeleknya
sistem pendidikan Indonesia membuat mind set siswa bahwa lulus ujian
adalah langkah menuju kesukesan. Bahkan orang tua di Indonesia sebagian besar
hanya melihat angka ujian daripada proses belajar yang didapat siswa. Nilai menjadi
suatu yang sangat menakutkan dan dianggap sebagai penentu nasib. Anggapan itu
akan hilang jika masyarakat mulai berpikir kritis dan logis. Karena itu
filsafat sangat dibutuhkan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Jika alasan
anda menghindari filsafat adalah ketakutan jauh dari agama, sudah saatnya kita merdeka
dari pemikiran sekuler barat, sudah terlalu lama kita dijajah oleh filsafat
barat. Indonesia dengan beragam budaya juga mempunyai pemikiran filsafat sendiri.
Bahkan, Islam sebagai agama mayoritas di Indonesia mempunyai aliran filsafat
sendiri. Jadi, jika Anda menghindari filsafat untuk jauh dari kesesatan
beragama, secara tidak langsung anda mengakui eksistensi filsafat, bahkan
mengakui kebenaran filsafat sekuler barat. Anda mengakui bahwa filsafat akan
membuat Anda menjadi seorang sekuler. Padahal Al-Ghazali membuat orang semakin
yakin dengan Islam. Atau jika tidak, Anda tidak mau dan tidak mampu memahami
bahwa ada kebenaran-kebenaran lain di dunia ini. Anda merasa nyaman dengan
kebenaran sempit yang sudah anda yakini.
Komentar
Posting Komentar